Urun Rembug Rame-Rame Full Day School

by - Thursday, August 11, 2016

Dari kemarin pengen ikutan nimbrung wacana ini, sudah di draft malahan, saking niatnya. Padahal biasanya males ikut-ikutan trending topic karena biasanya bakal ada ralat apalah apalah kalau terkait pemerintahan gitu. Makanya gak jadi-jadi di post karena kok udah oversharing ya, udah banyak banget yang ngomong. Mulai dari yang langsung misuh-misuh disertai berbagai macam kata saru sampai dengan yang bahasanya mendayu-dayu. Aiih saya salut lah sama yang bisa tahan emosi dengan menahan jari untuk gak mengetikkan kata-kata kotor dan sumpah serapah. Toh ini baru WACANA, alias ide yang masih mentah. Dan benar saja, beberapa hari kemudian langsung di ralat Pak Men kalau idenya mau dibatalin.  


Yaahh... kok malah blunder, blm dikaji lebih lanjut sudah bubaran. Rame2 siiih... Cian kan yg udah nyolot... Buat Pak Men juga, besok-besok ati-ati kalau ngobrol dengan wartawan jaman sekarang, suka kayak tembok kantor soalnya, ngomongnya apa berita yang turun apa. :D

Wokey, udah molar moler pembukanya, mari langsung duduk manis ya. 

Jadi, yang bikin saya akhirnya urun rembug ini gara-gara tadi pagi saya nemu tulisan Bang Arham (terlampir). Begitu baca kok langsung mak-cles, setuju banget sama penjelasannya. Apalagi penyampaiannya humoris. Pemikiran saya pun senada untuk sisi minus penerapan FDS yang bisa jadi tidak menguntungkan siapa-siapa, baik anak, ortu maupun guru. Yang untung cuma tukang gorengan, kata abangnya.

So, here we go: sisi minus FDS menurut saya (kalau yang negatif-negatif mah cepet ya, cas cis cus):

Yang pertama: jika siswa dan guru selalu bersama dalam waktu yang lama (baca: seharian) dikuatirkan akan menimbulkan rasa bosen, capek, dan gak semangat. Gimana mau masuk pelajarannya kalau yang dibersama itu-itu doang, setiap hari selama 5-6 hari berturut-turut.

Yang kedua: kalaupun disediakan jam tidur siang, saya yakin gak akan berkualitas acara tidurnya, wong rame-rame, plus di jam-i pula kayak militer. Dan gak semua anak terbiasa tidur siang, to?

Yang ketiga: jam pulang anak disesuaikan dengan jam pulang kantor? Ha? Sumpe lo. Wong sesama orang kantor yang jam pulangnya samaan aja macetnya sudah kayak apaan tau. Apalagi ketambahan anak sekolahan baru pulang. Sudah cukuplah kena macet di pagi hari karena jam masuknya samaan. Masa sorenya mesti kena lagi. Belum lagi gak semua anak sekolahnya searah dengan kantor ortu. Ya sih ini memang problem di kota besar macem Jabodetabek. Kalau yang daerah belum tentu ada macet, tapi ada masalah lain terkait transportasi dan akses ke sekolah. Misal angkot yg terbatas, harus nyebrang kali, mendaki bukit lewati lembah, blablabla. Bisa nyampe pagi lagi padahal pintu rumah belum keliatan mata *mulai lebay*

Yang keempat: saya kok kasian sama gurunya ya, mereka kan ortu juga yang punya anak. Masa seharian ngajar anak orang, anaknya sendiri gak keurus atau diurus orang lain? Krna kan gak semua anak satu sekolah dg ortunya yg jadi guru. Kalaupun satu sekolah blm tentu diajar langsung jg utk menghindari praktik nepotisme.

kasih gambar Tokodai ah, sekolah impian sejak beberapa waktu yang lalu

Yang kelima: kalau suasana sekolah gak menyenangkan maka yang ada malah nambah stres baik utk guru atau siswa. Stres bukan hanya karena jam pelajaran/kbm saja. Bisa juga krna adanya anak2 yg nakal, bandel, suka bully, atau gak sopan yang blm tentu tobat sekali dua kali dinasehati. Kalau waktu sekolah diperpanjang, anak2 yg pnya masalah dengan anak2 yg bermasalah (anak2 yang rentan bully), apa gak kayak di neraka tuh. Gurunya pun bisa kena getahnya. Ntar ada kasus lagi, ribet lagi. Guru kan juga punya batas kesabaran. Seharian ngurusin anak2 yang gak bisa diurus berarti harus nyetok sabar seabreg-abreg yang nyatanya belum tentu juga selamat dari hal2 yg tidak diinginkan. Contoh kasus terbaru: murid ditegur karena gak ngerjain PR eh si murid malah ngumpat dengan kata-kata kotor, guru jadi marah, yang tadinya mau tahan gak mukul jadi mukul, yg akhirnya malah guru kena hajar ortunya. Padahal mungkin awalnya cuma ditegur doang! Bukan hukuman fisik seperti yang rame tempo lalu. Logis ya, sudah dinasehatin malah muridnya ngelawan, nendang pintu sekalian mulutnya ngeluarin sampah. Siapa yang gak reflek? Jadi guru cuma boleh ngelus dada doang gitu? Toh balas ngebentak juga belum tentu selamat, kalau muridnya cemen dan pinter bersilat lidah.

Gila kan, jadi guru itu serba salah sekarang. Mau keras salah, gak keras dilecehkan! Pun gak keras bisa kena masalah juga sama ortu/siswa yg.... ya gitu deh. *mulai emosi jadinya*

Yang keenam: dari sisi ortu, jika yang kerja salah satu tentu pengen anak-anaknya gak lama-lama di luar rumah hanya untuk sekolah. Mereka juga ingin berperan mengajarkan banyak hal ke anak. Yang ortunya 2-2nya bekerja sebenernya juga sama, sepulang kerja mereka berharap masih punya waktu berkualitas berjumpa dengan sang buah hati sekedar untuk bercengkerama dg nyaman, bantu ngerjain tugas sekolah dll. Lah kalau pulangnya sama2 sore, bahkan sampai rumah sudah malem yang ada bakal sama2 capek, ngantuk, males. Wes, pokoknya sampai rumah mesti bayangannya adalah kasur.

Yang ketujuh apa ya... emm ini, tentang kegiatan luar kelas semacam ekstrakurikuler (eskul) untuk mengasah minat dan bakat siswa. Oke setuju sih dengan kegiatan tsb. Tapi yang namanya eskul dari jaman baheula bukanlah kegiatan wajib yang harus diikuti semua siswa (kecuali pramuka waktu SMP-SMA). Karena minat dan bakat setiap anak kan beda-beda, bisa jadi tidak ada disekolah, atau sekolah belum bisa memfasilitasinya. So, jika FDS jadi ada, nanti akan ada anak2 yang minat bakatnya kurang tersalurkan dengan baik karena waktu eksplorasinya terbatas. Sabtu/Minggu? Yah... sayang dong, itu kan saatnya family day.

Mayan banyak ya sisi minusnya. Bagaimana dengan sisi plusnya? Ada juga sih kalau mau digali mah. Saya pun mencoba mengerti maksud Pak Men, yang berharap dengan FDS bisa mengurangi budaya tidak baik yang dilakukan anak-anak sepulang sekolah, seperti nongkrong, tawuran, nggosip dll. Tapi kan mengurangi hal tidak baik tsb bisa dilakukan dengan jalan lain selain sekolah sampai sore. Dan menurut saya, FDS ini mungkin akan berguna khususnya buat mamah2 bekerja. Dengan adanya FDS, tentu mamah2 bekerja akan sedikit banyak terbantu dlm hal penitipan anak. Makanya saya malah lebih cocok jika FDS diterapkan untuk anak usia balita hingga SD (kelas 4-an lah). Kan katanya daripada diasuh pembantu to? Kalau ada yg bilang "makanya jadi ibu dirumah aja", ey... urusan RT orang kan beda-beda, gak boleh saling menghakimi...

Untuk yang sudah SMP-SMA mah ngapain FDS, wong kenyataannya sudah banyak yang pulang sore juga karena ikut les ini dan itu, pengayaan mapel ekskul, dll. Atau jika memang gak ada kegiatan lain sepulang sekolah, anak SMP-SMA harusnya sudah bisa ditinggal dirumah, sementara ortunya bekerja (berdasarkan pengalaman saya waktu kecil dulu).


Oh btw, beberapa SMA negeri di daerah, termasuk SMA saya, sudah menerapkan metode "semi" FDS sejak adanya perubahan hari sekolah dari yang sebelumnya 6 hari menjadi 5 hari. Infonya sih karena pemadatan materi belajar, sehingga pulang sekolahnya jam 4 sore. Bagaimana murid-muridnya? Dari pengamatan saya sih, mereka (murid SMA saya dulu) sepertinya banyakan yang hepi dibanding yang enggak. Ortunya juga gak banyak komplain. Sedangkan untuk sekolah swasta, sudah banyak ya yang menerapkan FDS. Tinggal ortunya yang memilihkan sekolah lebih cocok kemana, FDS atau HDS (half day school).




Terakhir.... alih2 bikin FDS, apa gak mending banyakin DAYCARE aja, seperti daycare/PAUD yang ada di Kemendiknas itu (lihat foto diatas). Terutama utk daerah-daerah yang padat karyawan seperti di kawasan2 industri, area perkantoran, dll. Terus juga mohon di-improve lagi lah metode belajar mengajar di sekolah/kampus. Termasuk hal-hal terkait sistem dan administratifnya. Masa waktu mudik kemarin, bapak saya cerita kalau 40 jam mengajarnya gak diakui hanya gegara nama mapelnya tidak sesuai dengan yang ada di sistem pintar (expert system). Padahal isi materinya sama. Itu sistem beneran pintar atau kaku? Ngurus kesana kemari belum klir juga hingga sekarang.

Kemudian, jika di pabrik ada program Zero Accident mungkin di sekolah/kampus perlu diadakan program Zero Case, sebagai kampanye pencegahan kasus-kasus di lingkungan sekolah/kampus baik kepada murid, guru, dan orang tua murid. Abisnya saya sedih banget dari kemarin adaa aja kasus di sekolah. Mulai dari pro kontra hukuman fisik - non fisik, kriminalisasi, bahkan pembunuhan, sementara saya kok belum nemu berita yang menyatakan Kemendiknas peduli dengan kasus-kasus tsb.

Demikian, just my two cent, maap kalau ada salah-salah kata :D
Semoga hari ini menyenangkan.

*******

Referensi gambar:
http://www.tabloid-nakita.com/read/7525/wow...-nyamannya-paud-di-kompleks-kemdikbud-ini
www.kebumenekspres.com
en.wikipedia.org


Lampiran: Tulisan dari Arham Rasyid Kendari

Arham Rasyid di Kota Kendari.
9 jam

Kira-kira kalo gw membahas full day school, belom pada muntah gak? Wkwk..

Baiklah kalo kalian memaksa, mari kita bahas..
*loh siapa yg maksa?*

Sebenarnya maksud hati sejak kemarin-kemarin pengen posting, tapi apalah daya hampir gak ada kesempatan online apalagi berbalas komen.
Kaget aja rasanya pas buka timeline, trending topic seputar full day school yang belakangan malah jadi bully day school.
Topik yang tetiba jadi panas. Saking panasnya berhasil mengalihkan perhatian kita dari bursa transfer musim panas.

Kalo gw sih, jujur sejak awal melihat ini agak beda. Pak menteri menurut gw selera humornya oke. Premis wacana yg dia buat delivery-nya rapi. Bit-bit alasannya juga nggemesin. Diakhiri dengan punchline yg katanya batal. Ini pecah banget..
Gw menduga niatnya sebenarnya memang gak serius. Mau dibilang test the water juga bukan. Ini sederhana, semacam ngasih kode ke rakyat bahwa jangan lupa loh kalo ada menteri baru. Udah gitu aja..

Lagian aneh-aneh aja, sekolah diperketat. Ini sekolah apa legging?
Kalo ini memang serius, rasanya gak logis pak menteri gak mikirin dampaknya dari segi penerimaan masyarakat. Ngasih wacana gak populer pada masyarakat yg sebagian besar sudah pasti nolak ini ibarat mengajarkan applikasi prisma pada Van googh. Sia-sia aja, yakin.
Kalo katanya ini baru sebatas wacana, kata gw sih ini pembunuhan berencana. Kalo katanya ini cuma coba-coba, Loh.. buat anak kok coba-coba?

Misalkan ini jadi aturan, penerapannya gimana? seharian di sekolah itu ngapain saja? Kalo anak yang masuk pagi pulangnya sore, anak yang masuk siang pulangnya subuh gitu?
Sekolah Hogwarts aja kayaknya gak segitunya deh.. Kecuali anak-anak mau dikasih pelajaran pengendalian api, air, tanah dan udara ya mungkin masih masuk akal bisa seharian di sekolah. Nginap kalo perlu.
Dalam hal ini, baik anak-anak ataupun guru gw rasa gak ada yg diuntungkan. Satu-satunya yg diuntungkan mungkin cuma tukang gorengan, di mana gorengan yg gak laku sampe siang bisa digoreng lagi buat dijual sore.
Pokoknya kasianlah gurunya.. Apa yg bisa diharapkan pada tenaga pendidik, kalo pendidik aja sudah kehabisan tenaga.
Belum lagi kalo gurunya masih jomblo. Bakal keabisan waktu buat mikir nyari pasangan. Kasian kasian kasian..
Begitu juga anak. Baaanyak kasian.. Dijejali padatnya jadwal sekolah gak ada lagi yg sempat mikir sebenarnya minatnya ada di mana.
Dan secara gak langsung ini juga mematikan bisnis les privat guru datang ke rumah yang banyak ditempel-tempel di tiang listrik. Logikanya kalo guru datang ke rumah, murid tinggal di sekolah, lah kapan ketemunya?
Apa pemerintah mau tanggung jawab kalo mereka akhirnya kecewa dan alih profesi jadi badut ultah, sedot WC, atau cuci sofa biar tetap eksis di tiang listrik?

Full day school ini konon katanya biar anak gak liar.
Oke fix, ini alasan defensif. Anak disalahin, padahal orangtua saja masih banyak yg liar. Banyak juga yg doyan susu kuda liar *eh

Padahal anak-anak mau jadi awkarin atau awkirun, atau apapun gak selamanya dipengaruhi sistem pendidikan sekolah yg awkeren.
Pondasi ahlak lah yang lebih mutlak..

Ini juga katanya untuk pembangunan karakter. Loh, gimana karakter mau dibangunkan kalo anak-anak udah capek ketiduran?
Anak gw yang pulang sekolah jelang sore aja kalo sampe di rumah udah bau apek. Entah kalo full day school, mungkin bau gosong.
Lelah, dan bawaannya marah-marah..
Kemarin pas gw obrolin soal wacana menteri ini, dia ngomel-ngomel nolak. Gw terharu, dan berharap alasan penolakannya ilmiah. Tapi ternyata alasannya kalo jam 5 sore pulang sekolah, sampai rumah jam 6 magrib, katanya sudah gak dapat Upin dan ipin, adanya tinggal Adit sopo jarwo, itupun udah adegan jarwo dinasehatin pak RT. Kan bete banget. Hadeh..

Akhirul kalam, semoga pemerintah makin bijak. Bisa mensinergikan hubungan sosial antara guru, anak, dan orangtua, dengan kebijakan-kebijakan yg lebih humanis dan populis.
Sebab anak adalah titipan Allah, bukan titipan sekolah..

You May Also Like

17 Comments

  1. Aku pribadi sangat tidak setuju dgn penerapan baru ini. Yah semoga aja gak jadi ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. kayaknya sih enggak jadi mba Oline... :)

      yg penting kalau misal jadi ada, ya gak diharuskan utk semua sekolah. bikin pilot project dululah macem RSBI tempo dulu.

      Delete
  2. Hahaha...pas yang kelima itu aku ikut nyanyi jugak.. Bisa lucu juga ternyata dedekku inih.. :p

    Akuuu..mm.. Aku setuju sih sama dek tia.. Tapi ada kemungkinan aku mau masukin Amay ke full day school juga, karena cari sekolah yang ada muatan agamanya gitu dek.. Tapi aku ngga akan nuntut Amay utk bisa ini itu sih.. Aku mengerti dan sangat paham bahwa tiap anak punya kebisaan sendiri-sendiri. Tapi jujur aku eman-eman sama hapalan surat2nya kalau dia di sekolah negeri. Iya sih bener, itu tanggung jawab aku sbg ortu, tapiii..aku belum mampu euy..
    *komen panjang *numpang curcol

    Oya..kita dulu SMA jg kayak full day school kan yaa.. Senin praktikum fisika, selasa biologi, rabu kimia, ntar pulangnya masih ngerjain laporan.. Heleeehhh.. :v

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mba arin, skrg banyak ortu memfavoritkan sekolah2 yg ada hafalan qurannya. malah bagus itu, nanti di rumah ortu bantu2 sbg pendengar sekalian ngoreksi aja klo belum mampu sbg hafiz, jadi hafiz diusia sekita2 ini butuh waktu lama banget kaan, keburu anaknya gede klo nungguin kita bisa. ya gak?

      sma 1 si emang dari dulu gitu, senen-rabu sore praktikum, malemnya garap laporan. kamis ekskul lain. jumat pramuka. sabtu- les matematika/fisika/kimia. udah gitu masuknya 6.45. hahaa so haaard. tapi worth to study there ya, tetep bangga jadi alumninya :)

      Delete
  3. Tambahan..

    Aku ngga setujunya kalau aturan ini dibikin menyeluruh. Karena tiap orang/keluarga punya kebutuhan yg berbeda-beda. Aku setuju dg semua sistem pendidikan, baik itu home schooling, full day school, atau sekolah seperti biasa. Yang terpenting anak enjoy dengan studinya. Intinya, sesuaikan dengan kebutuhan saja. Ngga perlu diwajibkan. Dan untuk pak mentri yang baru, fokus pada pembenahan sistem, serta sarana dan prasarana saja deh.. Yg perlu sekolah full day school juga pasti akan cari sendiri.. Ya kan?

    *komen aku panjang amat yak..

    ReplyDelete
    Replies
    1. komen lagi, hahaha...

      iya kalau misal jadi ada ya gak semua wajib FDS, harus liat sikon dan kemampuan tiap daerah. bikin pilot project macem RSBI dll yg itu pun hanya sekolah2 pilihan aja. Jadi ortu ttp punya pilihan yg disesuaikan dg anak dan ortu itu sendiri ya...

      Delete
  4. Anakku pas PAUD pernah full day mb..cuma akhirnya aku yang milih resign dr kerjaan, trus pindah ke halfday aj. Anaknya susah makan, guru ga tlaten lah klo mesti nyuapin, ganti menu A klo nggak mau B...

    Nggak bisa bayangin juga klo semua Sekolah bhkan di plosok2 anak2 pulang sore...trus SPPnya byr berapa ya? * krn include catering mkn siang, mesti nyediain begitu bnyk ragam ekstra

    ReplyDelete
    Replies
    1. betul mba...
      urusan makan emang paling krusial utk tumbang anak ya, kalau anaknya gak mau makan, yg nyuapin harus kreatif. nah kalau diserahkan ke orang lain ya blm tentu se kreatif kita sbg ibunya *aku membayangkan udah jadi ibu, hihi*

      FDS mmg dikuatirkan akan menaikkan biaya sekolah karena diharapkam ada fasilitas tambahan yang menunjang FDS.

      Delete
  5. Ngikik pas baca tulisannya bang Arham. :D Pas SMA dulu saya juga FDS, mbak. Saya yang ngantukan, pas fds jam terbang ngantuknya makin meningkat. Yang lucu, dari asrama dibekali makan siang, jam 6 sarapan, jam 8 bekal makan siang sudah saya habisin di kelas, pas pelajaran. Hahaha. Pas siangnya? Jajanlah sudah... :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. loh mba FDS atau sekolah berasrama mba?
      Emang ya, kalau sekolah seharian itu musuh utamanya ngantuk. wong kerja seharian aja jam 2 udah kliyep2 #eh

      Delete
  6. mikirin FDS cukup saya bikin cekot2 kepala, kasihan anak2. soalnya saya dulu pernah ikut full day school

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihi...
      bagi banyak ibu memang wacana ini bikin pening kepala ya mba, jadi mikir kemana2.

      Delete
  7. Udah sih g FDS juga aku tetep seharian d sekolah wkwkw...anaknya gitu suka males pulang

    ReplyDelete
    Replies
    1. bahkan sekarang juga lebih suka di kantor kan daripada pulang tenggo? hahaha

      *toss*

      Delete
  8. Ihihihik...heboh FDS...mungkin karena menterinya baru dan banyak berharap pada pengganti pak Anies...padahal baru wacana...soal kurtilas saja masih banyak diperbincangkan pada tahap aplikasi..Intinya sih org bisalah berwacana..kenyataan aplikasinya di lapangan enggak segampang itu.

    *kalau ganti mendikbud lagi ganti lagi kah program2? hedew...

    ReplyDelete
    Replies
    1. sudah mindset kayaknya ya mba fee ganti mentri ganti kebijakan. yg kasian tentu yg menjadi operator *duh mesakne disamakan dg operator* macem guru dan staf2 dibawahnya. Juga kpd objek (murid) dan ortu murid.

      ah semoga pak men yg sekarang bisa benahin lah yg eror2 dulu, gak usah bikin yg baru2 melulu kalau cuma bikin rame2.

      Delete
  9. ya udahlah ya mba.. untung gak jadi diterapkan. hehe padahal bener apa kata mba,di sekolah swasta saja sudah ada yang FDS. jadi negeri mah gak usah FDS lah,kalau semua FDS jadi gak ada pilihan dong. orang bilang hidup itu pilihan,masa ini sekolah gak ada pilihan. hehe

    ReplyDelete

Thankyou very much for dropping by. Tapi maaf saya moderasi ya, untuk menghindari spam dan komen dg link hidup. Bila waktunya luang pasti akan saya balas dan kunjungi balik blog kalian :)